Umat Islam meyakini bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam yang
lebih mulia dari seribu bulan. Malam ganjil yang diyakini datang di
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ini merupakan waktu yang diharapkan
oleh seluruh umat Islam. Karena apabila kita melakukan amal kebaikan
pada malam itu, seolah-olah kita telah melakukan ibadah yang nilainya
setara dengan 1.000 bulan atau 83 tahun.
Keinginan
untuk mendapatkan hikmah dan berkah Lailatul Qadar ini bukanlah sesuatu
yang tidak beralasan. Rasulullah Saw sendiri menyeru kepada umatnya
untuk menyongsong malam seribu bulan ini.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda,
“Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai
terluput tujuh hari sisanya.” (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).
Malam
yang istimewa itu masih merupakan tanda tanya, dan tidak diketahui
secara pasti kapan datangnya. Namun, menjelang akhir Ramadhan,
Rasulullah SAW biasanya lebih fokus beribadah, terutama sepuluh malam
terakhir. Hal ini sebagaimana yang disebutkan ‘Aisyah:
“Nabi
Muhammad SAW ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan
memilih fokus beribadah, mengisi malamnya dengan dengan ibadah, dan
membangunkan keluarganya untuk ikut beribadah,” (HR Al-Bukhari).
Dalam
sebuah kisah diceritakan bahwa Rasulullah Saw sedang duduk i’tikaf
semalam suntuk pada hari-hari terakhir bulan suci Ramadhan. Para sahabat
pun tidak sedikit yang mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah.
Ketika
Rasulullah berdiri shalat, para sahabat juga menuanaikan shalat. Ketika
beliau menegadahkan tangannya untuk berdoa, para sahabat pun serempak
mengamininya.
Saat itu langit mendung tidak
berbintang. Angin pun meniup tubuh-tubuh yang memenuhi masjid. Dalam
riwayat tersebut malam itu adalah malam ke-27 dari bulan Ramadhan.
Disaat
Rasulullah Saw dan para sahabat sujud, tiba-tiba hujan turun cukup
deras. Masjid yang tidak beratap itu menjadi tergenang air hujan. Salah
seorang sahabat ada yang ingin membatalkan shalatnya, ia bermaksud ingin
berteduh dan lari dari shaf, namun niat itu digagalkan karena dia
melihat Rasulullah Saw dan sahabat lainnya tetap sujud dengan khusuk
tidak bergerak.
Air hujan pun semakin
menggenangi masjid dan membasahi seluruh tubuh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya yang berada di dalam masjid tersebut, akan tetapi Rasulullah
Saw dan para sahabat tetap sujud dan tidak beranjak sedikitpun dari
tempatnya.
Beliau basah kuyup dalam sujud.
Namun sama sekali tidak bergerak. seolah-olah beliau sedang asyik masuk
kedalam suatu alam yang melupakan segala-galanya. Beliau sedang masuk
kedalam suatu alam keindahan. Beliau sedang diliputi oleh cahaya Ilahi.
Beliau
takut keindahan yang beliau saksikan ini akan hilang jika beliau
bergerak dari sujudnya. Beliau takut cahaya itu akan hilang jika beliau
mengangkat kapalanya. Beliau terpaku lama sekali di dalam sujudnya.
Beberapa sahabat ada yang tidak kuat menggigil kedinginan. Ketika
Rasulullah Saw mengangat kepala dan mengakhiri shalatnya, hujan pun
berhenti seketika.
Anas bin Malik, sahabat
Rasulullah Saw bangun dari tempat duduknya dan berlari ingin mengambil
pakaian kering untuk Rasulullah SAW. Namun beliau pun mencegahnya dan
berkata “Wahai anas bin Malik, janganlah engkau mengambilkan sesuatu
untukku, biarkanlah kita sama-sama basah, nanti juga pakaian kita akan
kering dengan sendirinya”.
Apa yang dilakukan
Rasulullah Saw ini menunjukkan betapa banyak hikmah dan rahasia di balik
malam seribu bulan. Semoga malam yang tersisa di bulan Ramadhan ini
mampu kita manfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. (Zunus Muhammad/http://www.nu.or.id)
0 komentar:
Posting Komentar