Paseban Kemangi, Tumenggung Rajekwesi, dan Penyerangan Batavia



Tanggungjawab gerbang dari arah laut Jawa dipercayakan kepada pangeran Sambong dan dua orang ajudannya, yaitu Kiai Mojo dan Kiai Sandi

Paseban berarti tempat untuk bermusyawarah atau rapat para petinggi atau pemimpin kerajaan. Tempat itu biasanya berupa pendapa, aula, gedung, atau sejenisnya. Akan tetapi, Paseban Kemangi ternyata bukan seperti itu. Tidak ada bekas-bekas bangunan gedung yang megah. Tempat itu sekarang berupa hamparan sawah yang subur di tepi pantai. Letaknya di sebelah utara kota Kendal.

Di sana terdapat makam yang dipandang keramat. Konon Paseban Kemangi merupakan tempat musyawarah para petinggi atau pejabat kerajaan Mataram yang berkemas menyerang Batavia (Jakarta). Penyerangan itu terjadi pada tahun 1628 dan 1629 atas perintah Sultan Agung di Mataram. Alasannya, orang-orang Belanda atau Kompeni yang sudah mendirikan benteng perdagangan harus ditundukkan. Mereka harus mengakui kekuasaan Mataram agar tidak serakah dalam berdagang.

Untuk penyerangan itulah dipersiapkan puluhan ribu prajurit. Sebagai panglima perang, diangkatlah Tumenggung Bahurekso yang berkedudukan di Kendal. Pengangkatan itu dilaksanakan oleh Sultan Agung sendiri di sebuah per-sidangan Kerajaan Mataram. Sejak itulah Kendal menjadi pusat perhatian para petinggi atau pejabat Mataram. Kendal menjadi markas angkatan perang dan pusat kegiatan banyak pihak.

Para petinggi dari berbagai daerah kekuasaan Mataram segera berkumpul di Kendal untuk membahas persiapan perang. Rapat-rapat rahasia untuk keperluan itu tidak dilaksanakan di pendapa kabupaten, tetapi di tempat yang tersembunyi. Maksudnya agar tidak diketahui mata-mata atau intelijen Belanda. Tempat itu masih berupa hutan belukar yang terletak di tepi pantai. Di sana tumbuh pohon-pohon besar yang rindang. Namanya pohon kemangi sehingga tempat itu terkenal dengan sebutan Paseban Kemangi. Wilayah itu dijaga dengan ketat agar tidak dimasuki atau dilewati sembarang orang. Hanya pejabat yang penting-penting boleh datang ke sana dengan keperluan yang khusus.

Penjagaan itu berlapis-lapis di bawah pimpinan Tumenggung Rajekwesi yang bergelar Ki Ageng Kemangi. Ada penjagaan lapis pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Penjagaan itu tidak hanya dilakukan dengan kekuatan prajurit, tetapi juga dengan kekuatan gaib. Artinya, di lapis tertentu dipasangi atau ditebari mantra-mantra yang sakti. Konon siapa pun yang sudah memasuki wilayah inti Paseban Kemangi tidak terlihat oleh orang biasa. Hal itu terjadi karena kesaktian Tumenggung Rajekwesi yang memasang penjagaan gaib yang terkenal dengan sebutan oyot mimang.

Sampai sekarang ada kepercayaan bahwa seseorang bisa kehilangan arah atau lupa diri apabila melangkahi atau melanggar oyot (akar) mimang. Konon oyot mimang hanya terdapat di hutan-hutan yang keramat. Ada yang berpendapat oyot mimang itu merupakan kiasan. Maksudnya adalah mantra-mantra yang bersumber dari ayat-ayat suci AI-Qur'an. Yang jelas.berkembanglah kepercayaan bahwa siapa pun yang telah melintasi oyot mimang tidak terlihat oleh mata telanjang.

Di paseban itulah diputuskan berbagai masalah penting. Pada mulanya diputuskan Tumenggung Wongso Kerto dari Jepara dan anak laki-lakinya yang bernama Kerti Wongso untuk bertugas sebagai mata-mata atau pejabat intelijen ke Batavia. Mereka berlayar dari Jepara dan di dekat Kendal terhalang oleh batu karang. Mereka pun beristirahat sejenak di gugusan pulau karang itu. Kelak tempat itu dikenal dengan nama Karangmalang. Ternyata tempat itu tidak jauh letaknya dari Paseban Kemangi.

Jalan masuk ke wilayah Paseban Kemangi ditandai dengan pohon pucang yang besar-besar. Tempat itu kemudian berkembang menjadi desa Pucang atau Pucangrejo, yang berarti 'desa Pucang yang makmur'. Tidak jauh dari situ terdapat sebuah jembatan yang pasti dilewati para petinggi atau pejabat untuk memasuki Paseban Kemangi. Jembatan yang tidak seberapa tingginya itu tetap dikenal dengan sebutan Kretek Luhur yang berarti 'jembatan para petinggi' (kretek = jembatan;   luhur = tinggi).

Siapa pun yang akan ke Paseban Kemangi harus singgah dahuiu di pade-pokan Tumenggung Rajekwesi. Selain untuk beristirahat sejenak, persinggahan itu juga dimaksudkan untuk menjamin keamanan setiap tokoh. Di situlah diperkirakan batas wilayah yang boleh dimasuki para pengawal atau ajudan. Dengan demikian, di tempat itulah bertemu dan berkumpul para pengawal dari berbagai kadipaten.

Wajarlah berkembang kesibukan dan keramaian di sana sehingga terbentuklah desa Depok yang kemudian berganti nama Suradadi, yang berarti 'menjadi berani' (sura - berani; dadi - menjadi). Siapa pun yang telah singgah di desa Depok atau Suradadi akan menjadi orang yang gagah beram.

Kesibukan yang berkembang di Paseban Kemangi memerlukan bahan pangan atau logistik yang banyak. Oleh karena itu, segeralah dibuka lahan persawahan dan irigasinya. Konon sungai irigasi itu dibuat oleh Tumenggung Rajekwesi dan Kiai Akrobudin bersama para santrinya yang sakti-sakti. Kelak sungai irigasi itu disebut Kaliyoso, yang berarti sungai (= kali) yang sengaja dibuat atau dibikin (= yasa). Manfaatnya ternyata dirasakan masyarakat hingga sekarang.

Kesibukan itu tidak hanya di wilayah dalam, tetapi juga di luar batas-batas Paseban Kemangi. Setiap gerbang ke paseban dijaga ketat demi keselamatan dan keamanan semua pihak. Di sebelah timur terdapat gerbang yang menjadi tanggung jawab Kiai Tumenggung Panjirejo dari Kadipaten Pekalongan. Tempat itu kemudian berkembang menjadi desa Rejo atau Rejosari.

Tanggung jawab gerbang dari arah Laut Jawa dipercayakan kepada Pangeran Sambong dan dua orang ajudannya, yaitu Kiai Mojo dan Kiai Sandi. Mereka juga membuka lahan persawahan dan membikin sungai irigasi. Tempat itu kemudian berkembang menjadi desa Tanjung Mojo dan desa Kalirejo.

Pendek kata, banyak peninggalan atau bekas kegiatan di sekitar Paseban Kemangi yang sekarang menjadi desa-desa bersejarah. Di samping itu, banyak juga misteri atau kegaiban yang dipercaya masih tersisa di kawasan tersebut. Keadaan yang tampak sekarang adaiah persawahan dan sejumlah makam keramat. Akan tetapi. dipercaya masih menyimpang misteri kehidupan alam gaib.

Tentu saja kisahnya bermacam-macam karena berasal dari tuturan banyak orang. Ada yang mengaku pernah melihat bangunan megah seperti keraton. Ada lagi yang berkisah mendengar lantunan musik gamelan dari kawasan Paseban. Ada juga yang mengaku pemah mendengar keramaian pasar malam, dan macam-macam.

Dikisahkan juga bahwa kawasan Paseban Kemangi sekarang dihuni makhluk halus yang berasal dari kawasan Alas Roban di dekat Pekalongan. Mereka dipindahkan atas kesaktian Ki Ageng Penatus dari Gringsing. Oleh karena itu, wilayah Kemangi terlarang ditempati oleh anak cucu Ki Ageng Penatus. Siapa pun yang nekat melanggar pantangan itu akan mengalami kesulitan selama hidupnya.

Kepercayaan semacam itu merupakan sisa atau warisan budaya masa silam. Di kemudian hari bisa saja berubah karena perkembangan zaman. Yang jelas, Paseban Kemangi telah mencatat sejarah besar dalam perjuangan awal bangsa Indonesia.

Sumber: Buku Cerita Rakyat dari Kendal penerbit Grasindo
Share on Google Plus

About Sis Maula

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar