Senori, salah satu Kota
Kecamatan di Kabupaten Tuban Jawa Timur. Namanya harum seharum nama ulama guru
para ulama Indonesia. KH. Abul Fadlol As-Senory At-Tubany. Meski beliau sudah wafat,
namanya tidak bisa hilang dari ingatan semua orang. Bahkan berkat beliau, nama Senori
juga ikut harum. Kiai Fadlol memang fenomenal, kisahnya dari kecil hingga besar
sebagaimana yang dituturkan oleh putra pertamanya, KH. Abdul Jalil selalu
menarik untuk disimak dan disuritauladani.
Sejak kecil mBah Ddlol -begitu
beliau dipanggil- sudah menampakkan keanehannya dibanding dengan anak
seusianya. Nakalnya luar biasa tapi kecerdasan dan keberaniannya juga di atas
rata-rata. Setiap ada tamu yang sowan pada abah beliau Kiai Abdusy Syakur, wedang
yang disuguhkan pasti akan dicicipi dulu. Bak seorang guru yang memberi barokah
pada santrinya. Beliau suka bermain di markas belanda yang ada di depan
rumahnya. Dengan gayeng beliau bisa bercengkrama dengan para londo totok.
Tak heran bila beliau sudah mampu berbahasa Belanda
dengan fasih.
Di saat usia
baru 9 tahun sudah hafal al Qur'an dalam waktu dua bulan. Padahal rata-rata
orang menghapal al Qur' an itu butuh waktu 3 sampai 4 tahun. 15 juz yang awal
ditempuh dalam satu bulan setiap satu juz dibaca 3 kali dalam satu jalsah
dan langsung hapal dan 15 juz yang akhir juga ditempuh satu bulan dengan metode
setengah juz di baca 3 kali dan langsung hapal.
Beliau ketika
kecil sering nguping saat abahnya mbalah kitab bersama
santri-santri. Bila sang abah sudah selesai, gantian beliau yang membaca kitab
yang sama sambil menerangkan isinya persis seperti keterangan abahnya. Beliau
mengaji hanya kepada abahnya, KH Abdusy Syakur dan kepada Hadrotussyekh KH.
Hasyim Asy'ariTebuIreng Jombang. Itu pun hanya ditempuh selama tujuh bulan.
Pada saat khatam
ngaji Jurumiyyah, beliau bisa baca Taqrib dan Fathul Mu'in.
Sewaktu khatam Kafrawi, beliau bisa baca Fathul Wahab. Dan ketika
khatam Alfiah di saat usianya baru 11 tahun beliau sudah bisa ngajar sekaligus menulis
kitab. Ketika khatam Uqudul Juman, gaya dan tata bahasa karangan beliau
menjadi penuh warna dan bernilai sastra tinggi. Metode yang digunakan dalam
mengajar santri-santrinya adalah sorogan dengan satu judul kitab sampai
khatam, baru setelah itu ganti kitab lain. Hal ini bertujuan agar benar-benar
bisa difaham dan meresap dalam dada. Menurut beliau al ilmu fir ro'si laa
fil karrosi (Ilmu itu ada di kepala bukan dilampiran kitab).
Kediaman Syech Fadhol: Konon di rumah ini Kiai Faqih Langitan, Kiai Hasyim Muzadi, dan Kiai semasanya mengaji pada Syech Fadhol |
Dalam sebulan
beliau bisa khatam al Qu'an sebanyak 60 kali. Sedangkan dalam menambah
keilmuan, setiap 10 hari bisa khatam satu kitab besar. Itupun dalam keadaan
setengah hapal isinya. Hal ini terbukti bila ada persoalan, beliau mampu
menunjukkan jawaban disertai ta'birnya. Bagi beliau seakan-akan tidak ada
masalah yang musykil apalagi mauquf. Sehingga KH. Maimun,
Pengasuh PP. Al Anwar Sarang menjulukinya dengan "Sang Kamus
Berjalan". Bila melakukan sholat selalu di awal waktu. Dalam memberi
maui'dzoh atau khutbah, beliau bersikap serius namun mengena dan menyentuh
perasaan. Sehingga para pendengarnya dibuat hening dan tak jarang menagis
tersedu-sedu karena terbawa perasaan.
Kendati demikian,
Mbah Dhol juga manusia biasa, punya anak dan keluarga yang butuh untuk di
nafaqohi. Oleh sebab itu beliau juga bekerja untuk mencukupi kebutuhannya.
Berbagai pekerjaan yang pernah dilakukaan dan dijalaninya antara lain: jadi
buruh jahit, penjahit, bahkan jualan benang. Ada cerita menarik ketika beliau
jualan benang. Dari daerah Kerek Tuban sampai Sedan Rembang beliau tempuh
dengan jalan kaki sambil memikul benangnya. Sebuah jarak yang sangat jauh
dengan beban di punggung yang tidak ringan.
Selain itu
beliau juga pernah jualan kain, membuka toko, reparasi sepeda pancal dan sepeda
motor, membuat barang-barang elektronik, meski beliau tidak pernah belajar
elektro sama sekali. Beliau juga pernah menjadi bos becak, mendirikan pabrik
rokok dan lain sebagainya.
Yang
mengherankan, setiap usahanya berkembang pesat, seketika itu juga dihentikan
dan ganti pekerjaan lain yang dimulai dari nol lagi. Hal ini semakin menguatkan
keyakinan banyak orang bahwa beliau adalah sosok kyai yang zuhud. Tujuannya bekerja
hanyalah ibadah dan sekadar menuruti perintah Allah SWT semata, bukan untuk
mencari harta. Dengan memulai dari nol lagi tentu banyak kesulitan yang dihadapi,
semakin banyak kesulitan, kian banyak pahala yang kan didulang, al ajru
biqodri ta'ab, "pahala tergantung dari nilai kepayahannya."
Jadi menurut
beliau segala sesuatu mesti diniati ibadah bahkan sampai dalam memberi nafaqoh
istrinya pun tidak lepas dari dimensi ibadah. Beliau dalam memberi nafaqoh
harian pada istrinya tidak memberikannya sekaligus sehari, tapi nafaqoh pagi di
berikan pada waktu pagi, nafaqoh siang di berikan di siang hari dan nafaqoh
sore diberikan sore. Ketika hal itu di tanyakan, jawab beliau "agar
banyak niatnya sehingga banyak pula pahalanya".
Dalam keseharian
beliau sanngat sederhana dan bersahaja, saking sederhananya ketika ta'ziah
dalam wafatnya KH. Zuber Sarang beliau sempat dicueki atau tidak dihormati oleh
orang karena songkok hitam yang dipakai tidak lagi hitam tapi telah berubah
warna menjadi merah. Baju yang di kenakan lusuh, hingga orang acuh memandangnya.
Orang-orang baru tahu kalau itu adalah Mbah Dlol yang sangat terkenal itu. Setelah
tanpa sengaja mBah Maimun Zuber memergokinya di tengah jalan. Karuan saja KH.
Maimun langsung menciumi tangan beliau dan menempatkannya pada tempat yang
layak.
Makam Syech Fadhol: sesederhana masa hidupnya yang bersahaja |
Puluhan karya
tulis yang telah beliau hasilkan. Beliau sudah menulis sejak masih remaja.
Hanya yang patut disayangkan adalah karya tulisnya banyak yang tidak bisa
dimanfaatkan sebab sebagaian ada yang terkena banjir tatkala banjir besar tahun
1971 melanda Tuban dan yang sebagaian lagi dibawa oleh murid-muridnya yang
tersebar di mana-mana, sehingga sulit untuk melacaknya sekarang. Beliau dalam
mengajar santrinya selalu mengarangkan materi pelajarannya baik yang berbentuk nastar
maupun nadzom, setelah selesai, kitab karangannya diberikan pada muridnya
yang mengaji. Di antara karangan beliau yang sudah beredar adalah:
1.
Tashilul Masalik Syarah Alfiah Ibnu Malik
2.
Kasfyfuttabarih fi sholatittaroweh
3.
Ahli Musamaroh fi Bayani Auli'il Asyroh
4.
Durrul Farid fil limit tauhid
Dan beberapa karangan yang belum selesai
seperti nadzom Bahjatul Hawi, Nadzom Jam'ul Jawami'. (Asnawi/Sis
Maula)
Disadur dari MAJALAH KAKILANGIT ed 8 th 2 2004
Bismillah
BalasHapus