Habib Thohir bin Abdullah Al-Kaf


Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berdakwah. Berbagai tempat telah ia rambah, untuk membentengi umat dari pendangkalan akidah.

Ditopang oleh postur tubuhnya yang tinggi tegap saat di mimbar, dai yang satu ini bak singa podium. Ceramahnya berapi-api, membakar semangat jama’ah. Terkadang nada suaranya baik air yang mengalir deras, penuh ketegasan. Gaya berdakwah dai yang satu ini memang sangat khas, suara bariton yang berat dan dalam. Orasinya terkesan galak, penuh nada kritik namun bertanggung jawab. Sesekali dalam ceramahnya, ia menyelipkan canda-canda yang segar. Sehingga, dalam tiap pengajian yang diisi olehnya, ribuan jamaah betah mendengarkan sampai acara pengajian berakhir.

Jamaahnya banyak tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Dialah Habib Thohir bin Abdullah Al-Kaf, salah satu keluarga Al-Kaf yang paling keras dalam berdakwah dari tujuh bersaudara anak lelaki Habib Abdullah Al-Kaf. Sebagai pendakwah, pria kelahiraan Tegal, 15 Agustus 1960, ini dikenal sangat konsisten dalam membentengi umat dari pendangkalan akidah, terutama oleh berkembangnya aliran sesat.

Mengenakan baju koko putih dan bersarung, demikian tampilan sederhana habib yang sebagian besar waktunya habis untuk berdakwah ini. Ditunjang oleh sosoknya yang tinggi besar, kalau sedang berbicara di atas panggung, nada bariton yang berat dan suara menggelegar, itulah ciri khasnya. Gaya pidatonya berapi-api penuh semangat, sehingga dai ini terkesan angker. Namun, di balik kesehariannya, ia adalah seorang yang berhati lembut, bertutur kata pelan dan bersahaja.

Habib Thohir mendapatkan pendidikan agama dari ayah, Habib Abdullah Al-Kaf, yang dikenal sebagai ulama senior di Jawa Tengah. Kemudian SD dan SMP Al-Khairiyah di Tegal. Baru, pada tahun 1980, menjadi santri Sayid Al-Maliki di Pesantren Al-Haramayn asy-Asyarifain Makkah. Dia menjadi santri selama enam tahun bersama adiknya, Habib Hamid bin Abdullah Al-Kaf. Habib Hamid kini dikenal sebagai muballigh dan pemimpin Pondok Pesantren Al-Haramayn asy-Asyarifain, Jln. Ganceng, Pondok Ranggon, Cilangkap, Jakarta Timur.

Pulang ke Indonesia tahun 1986, Habib Thohir langsung terjun ke bidang dakwah, dan pernah juga menjadi ustaz di beberapa pesantren. Kini, meski berkeluarga di Pekalongan, dia lebih banyak membina umat di Tegal, khususnya di Masjid Zainal Abidin. Di masjid yang terletak di Jalan Duku Tegal itulah, dia mengadakan majelis taklim yang diberi nama “Majelis Taklim Zainal Abidin”.

Dia berharap, pesantren Zainal Abidin, yang sejak lama digagasnya, akan bisa dibangun di Tegal. Sebab sudah banyak orang tua yang ingin menitipkan anaknya kepadanya. Namun, cita-citanya itu tampaknya masih akan lama terwujud, sebab sekarang jadwal berdakwahnya masih padat.
Share on Google Plus

About Sis Maula

    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar: